Rabu, 10 April 2013

perhatikan bumi kita



  1. Latar Belakang Setiap tanggal 22 April, masyarakat dunia khususnya masyarakat peduli lingkungan memperingatinya sebagai Hari Bumi. Peringatan yang pertama kali dilakukan pada 22 April 1970 di Amerika Serikat atas prakarsa seorang senator yang bernama Geylord Nelson itu, bagi pejuang lingkungan hidup merupakan momen untuk mendesak masuknya isu lingkungan hidup dalam agenda tetap nasional dan mengingatkan manusia akan pentingnya kelestarian lingkungan hidup. Isu dunia tentang lingkungan yang terhangat saat ini adalah masalah pemanasan global (global warming) dan akibat-akibatnya bagi kehidupan manusia Apa itu Pemanasan Global ? Pemanasan global adalah kejadian meningkatnya temperatur rata-rata atmosfer, laut dan daratan Bumi. Pada saat ini, Bumi menghadapi pemanasan yang cepat, yang oleh para ilmuan dianggap disebabkan aktifitas manusia. Penyebab utama pemanasan ini adalah pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara, minyak bumi, dan gas alam, yang melepas karbondioksida dan gas-gas lainnya yang dikenal sebagai gas rumah kaca ke atmosfer. Diperkirakan, setiap tahun dilepaskan *18,35 miliar* ton karbon dioksida (18,35 milliar ton karbon dioksida ini sama dengan 18,35 X 1012 atau 18.350.000.000.000/kg karbon dioksida).Ketika atmosfer semakin kaya akan gas-gas rumah kaca ini, ia semakin menjadi insulator yang menahan lebih banyak panas dari Matahari yang dipancarkan ke Bumi. Inilah yang disebut dengan Efek Rumah Kaca. Rata-rata temperatur permukaan Bumi sekitar 15°C (59°F). Selama seratus tahun terakhir, rata-rata temperatur ini telah meningkat sebesar 0,6 derajat Celsius (1 derajat Fahrenheit). Para ilmuan memperkirakan pemanasan lebih jauh hingga 1,4 – 5,8 derajat Celsius (2,5 – 10,4 derajat Fahrenheit) pada tahun 2100. PEMBAHASAN Menurut iptek tentang pemanasan global Sebagian besar para ilmuawan telah mencapai suatu kesepakatan mengenai fenomena yang terkenal dengan nama pemanasan global dan telah menjadi sorotan utama masyarakat dunia sekarang. Selama setengah abad sekarang ini, gas rumah kaca CO2, methan, nitrat oksida dan CFC dilepaskan ke atmosfir bumi dalam jumlah yang sangat besar dan dengan konsekuensi yang sangat besar. Menurut laporan panel antara pemerintahan antar perserikatan bangsa-bangsa/IPCC, telah terjadi kenaikan suhu minimum dan maksimum bumi antara 0,5-1,5 derajat. Kenaikan itu terjadi pada suhu minimum dan maksimum disiang hari maupun malam hari antara 0,5 sampai 2,0 derajat celcius atau temperature rata-rata global telah meningkat sekitar 0,6 derajat celcius (33 derajat F) diabandingkan dengan masa sebelum industri. Jika emisi gas-gas berbahaya ini terus meningkat sesuai dengan kecenderungan yang terjadi, konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dan mencapai dua kali lipat dari sebelum era industri pada tahun 2100. jika ini terjadi, maka konsentrasi gas rumah kaca akan lebih tinggi dibandingkan dengan konsentrasi selama jutaan tahun terakhir ini. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya temperature rata-rata global sebesar 2,5 derajat celcius, dengan peningkatan 4 derajat celcius di daratan. Angka tersebut sepertinya kecil dan tidak berarti, tetapi ketika temperature permukaan bumi meningkat 4 derajat C, peningkatan ini sebenarnya cukup untuk mengakhiri zaman Es. Saat ini, ketinggian lautan sudah meningkat karena blok-blok es di lautan mulai mencair. Para ilmuawan mengatakan bahwa abad paling dalam millennium terakhir adalah abad ke-20. tidak mengehrankan jika tinggi lautan selama abad ke-20 adalah sekitar 10 cm, dan sebagian besar diantaranya terjadi pada abad ke-20. Kenaikan suhu secara execeptional sangat mencemaskan dibandingkan dengan bencana seperti banjir dan kekeringan karena kenaikan suhu tidak tergantung dari musim dan bersifat lintas batas sehingga efek distruksinya besar. Selain dari itu, kenaikan suhu durasinya lama dan polanya kontinu sehingga menguras totalitas energi. Berbeda dengan banjir dan kekeringan, sekalipun polanya saat itu acak tetapi magnitude banjir besar terjadi pada musim hujan dan magnitude kekeringan ekstrem terjadi pada puncak musim kemarau. Perubahan iklim sudah tidak lagi nmenyangkut kepentingan lingkungan hidup. Namun, sudah meluas pada aspek keamanan pangan, ketersediaan air bersih, kesehatan masyarakat, gangguan cuaca berupa badai yang kian meningkat intensitasnya serta ancamannya. Intinya, resiko resiko yang dihadapi manusia naik tajam. Tidak hanya mengarah pada kerusakan harta benda atau lingkungan, tetapi juga mengancam jiwa manusia. Pemanasan global telah memicu peningkatan suhu bumi yang mengakibatkan melelehnya es di gunung dan kutub, berkurangnya ketersediaan air, naiknya permukaan air laut dan dampak buruk lainnya. Pemanasan global seperti dilaporkan 441 pakar Intergovernmental panel on Climate change, 10 April 2007, menyebabkan naiknya suhu permukaan bumi lima tahun mendatang berupa kegagalan panen, kelangkaan air, dan kekeringan. Diperkirakan asia akan mengalami dampak yang paling parah, produksi pertanian tiongkok dan banglades akan anjlok 30 persen, India akan mengalami kelangkaan air dan 100 juta rumah warga pesisir akan tergenang. Laju pemanasan global yang tidak terkendali akan makin mempercepat pencairan es dikutub dan meningkatkan permukaan air laut secara drastic. Dampaknya, kawasan pulau kecil dan pesisir makin tenggelam. Kemudian menimbulkan sedimentasi yang menutup permukaan terumbu karang. Fenomena tersebut juga akan memicu tingkat keasaman terumbu karang yang menimbulkan pemudaran (bleaching) hingga kepunahan ekosistem tersebut akibat sedimentasi dan intensitas cahaya matahari yang berkurang. Sifat perubahan Iklim tentu tidak mengenal batas Negara. Begitu pula distribusi dan dampaknya, bahkan akan menimbulkan ketidakseimbangan dan ketidak adilan antar Negara. Negara-negara industri adalah penyumbang terbesar gas rumah kaca yang berdampak pada perubahan iklim, sedangkan Negara yang sedang berkembang yang sedikit konstribusinya dalam fenomena pemanasan global ini justru terkena dampak yang nyata. Oleh karena itu, semua pihak harus menyatakan perang melawan pemanasan global dengan perannya masing-masing. Industri transportasi, ahli pertanian, aktifis lingkungan, pemerintah hingga individu harus mengerem peningkatan pemanasan global. Pemanasan global menjadi salah satu isu panas yang diangkat di pertemuan ilmiah tahunan European Society Cardiology di Wina akhir September 2007, yang menyatakan bahwa apabila pemanasan global tidak dapat dikontrol, akan menimbulkan masalah kardiovaskular di tahun-tahun mendatang. Dr Karin Schenk-Gustafsson dari Departemen Kardiologi, Institut Karolinska di Swedia, bahkan dengan yakin menyatakan bahwa bila mana terjadi peningkatan suhu beberapa derajat celcius dalam tempo 50 tahun kedepan, akan terjadi peningkatan insiden penyakit kardiovaskular. Ia merujuk pada gelombang panas yang menyerang di kawasan eropa pada tahun 2003, berdasarkan data rekam medik dari beberapa rumah sakit dilaporkan terjadi kematian sebanyak 35.000 orang pada dua minggu pertama bulan Agustus. Di Prancis saja terjadi hamper 15.000 kematian pada saat itu. Sebagian besar kematian terjadi pada usia lanjut dan menderita penyakit jantung. Sependapat dengan pemikiran tersebut, DR. Gordon Tomaselli, ketua Departemen kardiologi di Universitas Johns Hopkins, menganalogikan proses aterosklerosis, penumpukan kolesterol di dinding pembulu darah, ibarat proses akarat di mobil. Karat akan mudah terjadi pada temperature yang lebih panas, demikian juga dengan aterosklerosis. Variasi musin terhadap factor resiko kardiovaskular, seperti tekanan darah, profil lipid, dan factor pembekuan darah telah banyak diketahui. Namun demikian, namun demikian manakah yang berdampak paling buruk terhadap jantung kita; temperature panas, dingin, atau lebarnya variasi harian. Mengutip laporan yang dipublikasikan di Environmental Health Perspectives Agustus 2003, di Denver, Colorado pada bulan juli dan Agustus tahun 1993 sampai denggan 1997, memperlihatkan peningkatan temperature berkaitan dengan peningkatan insidens serangan jantung pada mereka yang berusia lebih dari 65 tahun. Sebenarnya tubuh manusia memiliki kemampuan pengaturan agar menjaga suhu tetap stabil pada kisaran fisiologis. Apabila suhu lingkungan mengalami peningkatan, maka tubuh akan memproduksi keringat agar terjadi penguapan pada permukaan tubuh, sehingga peningkatan suhu tubuh dapat di cegah. Selama proses tersebut, pembuluh darah akan mengalami vasodilatasi (pembesaran diameter lumen) untuk mengirim darah lebih banyak ke kulit tubuh, dimana temperature lebih dingin. Sebagai akibatnya, tekanan nadi akan bertambah (takikardi) untuk mempertahankan curah jantung. Penurunan tekanan darah berarti pengurangan suplai oksigen ke otot jantung, sedangkan peningkatan denyut nadi adalah peningkatan demand. Kedua hal tersebut merupakan kombinasi yang dapat membahayakan orang usia lanjut yang pada umumnya menderita penyakit jantung koroner atau penderita lemah jantung. Di samping itu, keluar keringat berlebihan akan menyebabkan terjadinya hemokonsentrasi yang pada akhirnya mempermudah kecenderungan terjadi gumpalan darah. Berbagai laporan telah memperlihatkan bahwa perubahan iklim memiliki potensi besar untuk menimbulkan masalah kardiovaskuler. Namun demikian, para pakar kesehatan menyatakan bahwa terlalu banyak variable yang tidak diketahui yang mengaitkan antara pemanasan global dengan penyakit jantung koroner atau aterosklerosis, sehingga sulit untuk meramalkan dampaknya dikemudian hari. Harus diakui, bahwa hingga saat ini belum ada satupun penelitian membuktikan bahwa cuaca yang panas secara langsung dapat meningkatkan kecenderungan menderita aterosklerosis. Tampaknya, factor polusi atau kualitas udara lingkungan akibat pemanasan global akan lebih banyak memegang peran untuk terjadinya masalah kardiovaskular, dibandingkan peningkatan temperature sendiri. Para ahli klimatologi amerika sudah memprediksikan bahwa penyebab dari global warming adalah karena bumi menyeraplebih banyak energi matahari dari pada yang di pantulkan. Menurut mereka perbedaanya sangat_sangat fantastik 1 dibanding 7 Kesimpulan ini diambil dengan menggunakan stimulasi komputer mengenai data data pemanasan pada permukaan buni dan laut. Data tersebut semakin menguatkan pendapat para ahli tersebut Para peneliti juga membandingkan energi tang masuk armosfer dengan energi yang di pantulkan ke angkasa. Ini sangat sulit di lakukan karena itu para peneliti menggunakan suhu permukaan laut “Mengukur perubahan secara langsung sulit dilakukan, karena Anda harus mendeteksi variabel tertentu dari sekian banyak variabel,” kata Gavin Smith, salah satu anggota tim peneliti dari NASA. “Tapi kami tahu berapa besar energi yang diserap lautan dari pengukuran selama puluhan tahun melalui satelit maupun peralatan yang ditempatkan langsung. Didukung pemahaman kami tentang atmosfer, hasil pengolahan data memperlihatkan bahwa selama ini terjadi ketidakseimbangan di atmosfer,” lanjutnya. Caranya dengan memonitor suhu permukaan laut dari ribuan pelampung (buoys) yang tersebar di berbagai lokasi. Data-data yang diambil dari berbagai tempat dimasukkan dalam komputer dan merepresentasikan model iklim yang kompleks meliputi aktivitas atmosfer, laut, angin, arus, gas, dan zat pencemar lainnya. Dari simulasi tersebut tampak bahwa atmosfer bumi menyerap energi 0,85 watt per meter persegi (secara keseluruhan setara dengan 7 triliun bola lampu 60 watt), lebih dari energi yang dilepaskan kembali. Penyebabnya adalah efek rumah kaca yang terbentuk oleh lapisan gas karbon dioksida. lapisan tersebut menyerap radiasi panas yang dipantulkan bumi yang seharusnya dilepaskan ke ruang angkasa. Menurut Gavin Schmidt, butuh energi yang besar untuk menghasilkan perubahan di permukaan bumi. Meskipun demikian penyerapan energi telah berjalan dalam rentang waktu yang lama. Berdasarkan laporan Nasa, penyerapan energi sudah terlalu besar sehingga peningkatan suhu bumi sebesar setengah derajat celcius tidak dapat dicegah kecuali manusia menghentikan produksi gas rumah kaca. DAMPAK PEMANASAN GLOBAL
    Jika tidak segera diatasi, maka kenaikan temperatur karena pemanasan global hingga tahun 2100 akan mengakibatkan mencairnya es di kutub dan menghangatkan lautan, yang mengakibatkan meningkatnya volume lautan serta menaikkan permukaannya sekitar 9 – 100 cm (4 – 40 inchi), menimbulkan banjir di daerah pantai, bahkan dapat menenggelamkan pulau-pulau. Diantara 17.500 pulau di Indonesia, sekitar 4000 pulau akan tenggelam. Beberapa daerah dengan iklim yang hangat akan menerima curah hujan yang lebih tinggi, tetapi tanah juga akan lebih cepat kering. Kekeringan tanah ini akan merusak tanaman bahkan menghancurkan suplai makanan di beberapa tempat di dunia. Hewan dan tanaman akan bermigrasi ke arah kutub yang lebih dingin dan spesies yang tidak mampu berpindah akan musnah. Di Indonesia sendiri, tanda-tanda perubahan iklim akibat pemanasan global telah lama terlihat. Misalnya, sudah beberapa kali ini kita mengalami musim kemarau yang panjang. Tahun 1982-1983, 1987 dan 1991, kemarau panjang menyebabkan kebakaran hutan yang luas. Hampir 3,6 juta hektar hutan habis di Kalimatan Timur akibat kebakaran tahun 1983. Musim kemarau tahun 1991 juga menyebabkan 40.000 hektar sawah dipusokan dan produksi gabah nasional menurun drastis dari 46,451 juta ton menjadi 44,127 juta ton pada tahun 1990. Pada tahun 2006, akibat pemanasan global terlihat dengan terlambatnnya musim penghujan yang seharusnya sudah turun pada Oktober 2006. Namun hingga Desember 2006 hujan belum juga turun. Keterlambatan itu juga disertai dengan pendeknya periode hujan, namun intensitasnya tinggi. Akibatnya banjir melanda Jakarta dan sekitarnya. Pemanasan Global juga mengakibatkan siklus perkawinan dan pertumbuhan nyamuk (dari telur menjadi larva dan nyamuk dewasa) akan lebih singkat, sehingga jumlah populasi akan cepat naik. Mengganasnya penyakit yang disebabkan oleh nyamuk kemudian seolah menyebabkan jenis penyakit baru. Apa Penyebab Pemanasan Global?? Secara umum, penyebab pemanasan global dapat digolongkan kedalam dua jenis,faktor alam dan faktor penghuninya: Faktor Alam Planet bumi kita ini sudah berusia 4,6 miliar tahun.Seperti kata pepatah orang Indonesia,”rumah” kita ini juga sudah banyak merasakan asam garam “kehidupan”.Sudah banyak kejadian dahsyat yang terjadi di sini.Sudah banyak pula spesies yang lahir dan punah di planet ini. Dari semua “memori” bumi kita ini,ada satu hal yang menarik menyangkut pemanasan global:suhu di bumi bisa naik dan bisa turun secara berkala dalam waktu yang sangat lama. Contoh sederhana saja:zaman es.Menurut sejarah,zaman es ini terjadi diakhir masa Mesozoikum,pada zaman Kuarter(68 - 140 juta tahun lalu).Salah satu dampak dari zaman es ini,selain dampak lingkungan,adalah menyatunya sebagian daratan Nusantara dengan Asia.Hal ini dapat dilihat dari persamaan spesies flora dan fauna yang ada antara Indonesia bagian Barat dengan daratan Asia. Karena kenaikan suhu bumi,maka zaman es tersebut pun berakhirlah sudah.Tetapi hal ini sudah cukup menunjukkan kepada kita bahwa bumi ini pernah mengalami perubahan suhu secara global.Pada saat ini juga,bumi kembali mengalami hal yang sama.Hanya saja,kalau dahulu perubahannya adalah dari yang dingin menjadi lebih hangat alias sejuk,kalau sekarang dari yang hangat menjadi semakin panas. Perubahan yang terjadi itu adalah sesuatu yang terjadi secara alamiah,sesuai kaidah-kaidah hukum alam.Tak ada yang bisa disalahkan.Solusinya:berserah kepada Tuhan,sang empunya alam. Faktor Penghuninya Saat ini,penduduk bumi (manusianya saja) sudah berjumlah 7 miliar orang.Belum lagi makhluk hidup lainnya yang juga tak kalah banyaknya.Dan semuanya itu saling terlibat dalam mempercepat atau meningkatkan efek global warming.Secara umum,penyebab-penyebab terjadinya pemanasan global yang diakibatkan oleh penghuninya adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya emisi Gas Karbon. Bumi ini pada dasarnya memang memproduksi gas karbon secara alami,tetapi masih dalam kadar yang rendah dan masih dapat diatasi oleh bumi itu sendiri.Tetapi saat ini,tingkat produksi gas tersebut sudah sangat berlebihan.Penyebabnya?Jangan hanya menyalahkan pabrik dan industri yang menghasilkan polusi yang besar itu,tetapi semua populasi manusia juga bersalah!!Pabrik-pabrik dan industri itu hanya memenuhi tuntutan pasar atau masyarakat yang semakin meningkat dan semakin “menggila” sifat konsumtifnya. Energi matahari yang memasuki atmosfer bumi ini sebenarnya tidak semuanya dapat diserap dan dimanfaatkan oleh bumi.Sisa energi yang tidak diserap tersebut seharusnya dipantulkan lahi ke luar dari atmosfer bumi.Tetapi dikarenakan banyaknya gas polutan(gas karbon) di dalam atmosfer,maka energi tersebut menjadi tertahan.Karena gas karbon tersebut memiliki sifat alami untuk menahan energi(panas) yang melewatinya. Fenomena ini disebut dengan efek rumah kaca 2. Bocornya lapisan ozon Sebelum energi matahari mencapai bumi,energi tersebut akan difilter terlebih dahulu oleh lapisan ozon yang ada di atmosfer.Tetapi hasil penelitian menunjukkan telah terjadinya penipisan lapisan ozon.Sudah bisa ditebak apa akibat yang terjadi jika lapisan ozon ini rusak,atau bahkan bolong. Salah satu penyebab penipisan ozon ini adalah meningkatnya pemakaian Chloro Flouro Carbon (CFC).CFC dipakai dalam kehidupan sehari-hari pada lemari es,air conditioner,bahan pendorong pada penyembur,pembuat buih,dan sebagai bahan pelarut. 3. Berkurangnya konverter Gas Karbon Sebelum era modern,dimana industri belum berkembang,kehidupan di planet ini sudah memproduksi gas karbon.Tetapi jumlahnya tidak sedahsyat sekarang.Apalagi masih banyak konverter gas karbon yang tersedia yang masih mampu mengkonversi semua gas karbon tersebut menjadi gas yang ramah lingkungan,bahkan dibutuhkan oleh kehidupan,seperti oksigen. Salah satu konverter tersebut adalah hutan.Hutan merupakan rumah bagi pohon dan tuuhan ain yang dianugerahi kemampuan untuk mengkonsumsi gas karbon tersebut dan menghasilkan gas oksigen.Tetapi akibat meningkatnya populasi,yang diiringi dengan meningkatnya kebutuhan akan lahan pemukiman,lahan indusri,lahan pertanian,lahan untuk fasilitas umum seperti jalan dan gedung,menyebabkan jumlah hutan berkurang drastis.Belum lagi permintaan pasar akan kayu yang semakin melambung tinggi. Di Indonesia saja,kerusakan hutan terjadi sebesar 1,8 juta hektar pertahun.Dan dengan itu mengangkat Indoneia masuk Guinness Book of World Records sebagai negara dengan kerusakan hutan terbesar di dunia.WAW!!! Itulah penjelasan singkat saya tentang pemanasan global ini.Semua hal tersebut baru secuil dari permasalahan global warming secara keseluruhan.Tetapi yang paling penting bukanlah apa yang kita ketahui,melainkan bagaimana kita menyikapinya.Semoga bermanfaat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar